Yon Asri
PENSIUN dari sopir mobil di sebuah perusahaan kayu, tidak membuat Yon Masri (56) berpangku tangan. Kemampuan membuat kerupuk jangek yang didapat dari orangtuanya, menjadi modal memulai usaha baru berskala rumah tangga. Terbukti, sejak dimulai tahun 2004 silam, usahanya telah dikenal banyak orang, bahkan merambah hingga ke luar provinsi.
“Tidak saja ke swalayan di Jambi, kerupuk jangek ini saya jual tidak luar provinsi, bahkan hingga Jakarta,” ujar Yon Nasri, saat Media Jambi berkunjung ke tempat usahanya di Jalan Sari Bakti RT 09 Kelurahan Beliung Kecamatan Kota Baru Jambi, Kamis (25/6) lalu.
Ketrampilan membuat kerupuk jangek, diperoleh langsung dari dari orang tuanya saat di Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. “Orangtua saya kerjanya membuat berbagai macam kerupuk termasuk kerupuk jangek,” jelas Oyon. Sebelum berdikari, isterinya, Masriyati (53) juga sempat berjualan kerupuk jangek yang bahan mentahnya dibeli dari Payakumbuh
Menurut Oyon—begitu dia biasa dipanggil, pembuatan kerupuk jangek dimulai dari merebus kulit kerbau. Setelah itu baru di panggang di atas api kemudian di kikis agar bulu diatas kulit menjadi hilang. Setelah itu, kulit dipotong-potong dengan ukuran satu kali satu sentimeter. Setelah dipotong, kulit dijemur hingga kering dengan waktu satu hingga dua hari penjemuran. “Kalau cuaca bagus sehari sudah kering,” ujar dia.
Saat diproses, kulit akan menyusut hingga 20 persen. Dalam satu bulan, ia mampu menghasilkan hingga 1.500 kilogram kerupuk kulit. Kerupuk mentah dijualnya Rp 37.000 per kilogram, sedangkan kerupuk yang sudah digoreng dan dikemas dijual seharga Rp 6.000 per bungkus.
Kerupuk bermerek “Chaniago” ini, akan mudah dijumpai di pasar-pasar swalayan di Kota Jambi. Sebagian diantaranya dijual dalam keadaan setengah jadi agar awet disimpan. Sehingga pembeli cukup menggoreng ulang kerupuk sebelum dimakan.
Meski mampu berproduksi dalam jumlah besar, ayah tiga anak ini mengaku tak bisa meraih keuntungan maksimal. Pasalnya, hasil penjualan tak bisa diperoleh kontan. “Sedangkan pembelian bahan baku harus dibayar tunai,” ujarnya. Dalam sehari, ia mampu memproses 3 keping kulit kerbau atau setara 150 kilogram kerupuk.
Saat ini, sudah banyak orang yang membuka usaha serupa, sehingga keberadaan bahan baku mulai terbatas. Kulit yang bagus dijadikan kerupuk adalah kulit kerbau dengan harga Rp 10.000 perkilogram. Kulit ini, dibeli oyon di Pasar Angso Duo.
Tinggi dan mahalnya harga minyak tanah juga masih menjadi kendala serius. “Untuk menggoreng kerupuk dihabiskan minyak tanah 100 liter per bulan dan 20 kilogram minyak sayur per hari,” ujar warga yang tinggal di Jalan Raden Wijaya No 187 RT 25 Kebun Kopi, Kelurahan Thehok, Jambi Selatan ini. Penggemar kerupuk kulit cukup banyak. Rasanya yang gurih dan renyah ini cocok dimakan dengan soto, baso, bubur ayam, dan berbagai jenis masakan lain. “Bahkan dimakan begitu sajapun enak juga,” ucapnya setengah berpromosi.(mas)
Senin, 29 Juni 2009
Pengusaha Ikan Hias
Datangkan Pasokan Ikan Luar Daerah
BERANGKAT dari banyaknya hobi kalangan tertentu memelihara ikan hias, membuat Ridwan (32) tergerak terjun dan menggeluti usaha penjualan ikan hias. Mulai kalangan anak- anak hingga orang tua, kini menjadi pelanggan usaha pemilik toko bernama Diva Aquarium ini.
Bukan tanpa hasil, saat ini Ridwan mengaku memperoleh omset penjualan ikan rata-rata Rp 1,5 juta perbulan. Dengan keuntungan maksimal mencapai Rp 6 juta per bulan. ”Alhamdulillah, keuntungan dapat menutupi biaya operasi dan membayar gaji tiga karyawan,” ujar Ridwan yang ditemui Media Jambi, Rabu (17/6) ditempat usahanya, Pasar TAC Kota Jambi.
Ayah dari Ririn, Zidan dan Ica ini mengaku, sudah lima tahun mengeluti usaha yang berhubungan dengan hewan air jenis ikan hias. Sebagian besar ikan yang dijual didatangkan dari luar daerah.
”Biasanya ikan dikirim setiap minggu dari pulau Jawa, Padang dan Lubuk Linggau Sumatera Selatan,” jelas Ridwan. Pembelian dilakukan dengan sistem partai 500 sampai 1.000 ekor dengan harga berkisar Rp 2 juta. Sedangkan bibit patin, diperolehnya dari petani lokal di Kota Jambi.
Harga yang ditawarkan cukup bervariasi antara Rp 5.000 hingga Rp 300 ribu, tergantung jenis dan ukuran ikan. Seperti ikan Mas Komet Rp 5.000 perekor, Koki Rp 5.000 perekor, Tempalo Rp 5.000 perekor, Ikan Buas (Kaligator Spatyla) Rp 150.000 perekor, Kura- kura Brazil Rp 20.000 perekor dan Koi Blitar antara Rp 10.000 hingga Rp 300.000 perekor.
Saat ini, ikan yang paling diminati yaitu jenis Tampalo dan Ikan Koi Blitar. ”Ikan Tampalo paling laris dibeli anak sekolah untuk diadu, sedangkan kalangan menengah keatas tengah gandrung jenis ikan koi blitar,” ujarnya sambil menunjukan ikan koi kebangaannya itu.
Selain ikan hias, Ridwan juga menjual bibit ikan Patin, Gurami, Nila dan Lele dengan harga bervariasi. Namun demikian, ia kerap mengalami kerugian akibat pemadaman listrik PLN yang beberapa waktu terakhir sering terjadi.
“Jika lampu mati, oksigen tidak berfungsi sehingga sebagian ikan pasti mati,” ujarnya. Warga Perumahan Garuda Lorong Betuah Rt 13 Nomor 09 Kelurahan Mayang Kecamatan Kota Baru ini berharap, usaha yang digelutinya dapat berkembang dan semakin besar. Disamping peminat ikan hias juga semakin hari semakin bertambah.(cr-yop)
BERANGKAT dari banyaknya hobi kalangan tertentu memelihara ikan hias, membuat Ridwan (32) tergerak terjun dan menggeluti usaha penjualan ikan hias. Mulai kalangan anak- anak hingga orang tua, kini menjadi pelanggan usaha pemilik toko bernama Diva Aquarium ini.
Bukan tanpa hasil, saat ini Ridwan mengaku memperoleh omset penjualan ikan rata-rata Rp 1,5 juta perbulan. Dengan keuntungan maksimal mencapai Rp 6 juta per bulan. ”Alhamdulillah, keuntungan dapat menutupi biaya operasi dan membayar gaji tiga karyawan,” ujar Ridwan yang ditemui Media Jambi, Rabu (17/6) ditempat usahanya, Pasar TAC Kota Jambi.
Ayah dari Ririn, Zidan dan Ica ini mengaku, sudah lima tahun mengeluti usaha yang berhubungan dengan hewan air jenis ikan hias. Sebagian besar ikan yang dijual didatangkan dari luar daerah.
”Biasanya ikan dikirim setiap minggu dari pulau Jawa, Padang dan Lubuk Linggau Sumatera Selatan,” jelas Ridwan. Pembelian dilakukan dengan sistem partai 500 sampai 1.000 ekor dengan harga berkisar Rp 2 juta. Sedangkan bibit patin, diperolehnya dari petani lokal di Kota Jambi.
Harga yang ditawarkan cukup bervariasi antara Rp 5.000 hingga Rp 300 ribu, tergantung jenis dan ukuran ikan. Seperti ikan Mas Komet Rp 5.000 perekor, Koki Rp 5.000 perekor, Tempalo Rp 5.000 perekor, Ikan Buas (Kaligator Spatyla) Rp 150.000 perekor, Kura- kura Brazil Rp 20.000 perekor dan Koi Blitar antara Rp 10.000 hingga Rp 300.000 perekor.
Saat ini, ikan yang paling diminati yaitu jenis Tampalo dan Ikan Koi Blitar. ”Ikan Tampalo paling laris dibeli anak sekolah untuk diadu, sedangkan kalangan menengah keatas tengah gandrung jenis ikan koi blitar,” ujarnya sambil menunjukan ikan koi kebangaannya itu.
Selain ikan hias, Ridwan juga menjual bibit ikan Patin, Gurami, Nila dan Lele dengan harga bervariasi. Namun demikian, ia kerap mengalami kerugian akibat pemadaman listrik PLN yang beberapa waktu terakhir sering terjadi.
“Jika lampu mati, oksigen tidak berfungsi sehingga sebagian ikan pasti mati,” ujarnya. Warga Perumahan Garuda Lorong Betuah Rt 13 Nomor 09 Kelurahan Mayang Kecamatan Kota Baru ini berharap, usaha yang digelutinya dapat berkembang dan semakin besar. Disamping peminat ikan hias juga semakin hari semakin bertambah.(cr-yop)
Langganan:
Postingan (Atom)